Mengenang Sejarah Kebangkitan Nasional di Indonesia – Pada tanggal 20 Mei setiap tahunnya dikenang dan di peringati sebagai hari Kebangkitan Nasional. Oleh karena itu, membangkitkan semangat bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan dan menyatukan jiwa nasionalisme serta persatuan. Namun, di balik momentum ini, apa sebenarnya yang menjadi pendorongnya
Politik Masuk Akal (Etis)
Dalam mengungkap latar belakang Hari Kebangkitan Nasional, kita perlu menelusuri dinamika politik dan sosial di Hindia Belanda pada masa itu. Politik Etis’ diterapkan oleh pemerintah kolonial pada 17 September 1901, yang memicu lahirnya Pergerakan Nasional di Indonesia.
Kebijakan Politik Etis terhubung erat dengan kebijakan tanam paksa oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch di Hindia Belanda. Kebijakan ini tidak hanya berupaya mengisi kembali kas Belanda yang terkuras akibat Perang Diponegoro (1825-1830) dan Revolusi Belgia (1830), tetapi juga menandai perubahan fundamental dalam dinamika ekonomi dan politik Hindia Belanda.
Petani Hindia Belanda diwajibkan menanam komoditas ekspor seperti teh, tembakau, kopi, dan tebu di seperlima lahan mereka. Bagi petani tanpa lahan, mereka diwajibkan bekerja selama 66 hari di perkebunan pemerintah. Ini adalah upaya yang kontroversial namun signifikan dalam mengatur ekonomi agraris Hindia Belanda pada masa itu.
Penerapan aturan itu seringkali melenceng: tanah berlebihan, gagal panen, dan bekerja melebihi 66 hari bagi petani tanpa lahan. Akibatnya, rakyat Hindia Belanda dirugikan, sementara Belanda berhasil mengisi kembali kas negaranya.
Kritik terhadap kondisi rakyat Hindia Belanda disuarakan dengan tajam oleh kaum liberal. Melalui novelnya, “Max Havelaar” (1860), Eduard Douwes Dekker menggambarkan penderitaan mereka dan menyerukan pemerintah Belanda untuk lebih memperhatikan kehidupan di koloni, mengingat kejayaan Belanda bergantung pada kerja keras rakyat Hindia Belanda.
Butuh waktu lama untuk meyakinkan Belanda untuk mengubah kebijakannya. Barulah pada 1901, atas desakan Perdana Menteri Belanda, Abraham Kuypers, dan kabinetnya yang beraliran liberal, Ratu Wilhelmina kemudian menerapkan kebijakan Politik Etis sebagai upaya balas budi pemerintah Belanda kepada rakyat Hindia Belanda.
Belanda akhirnya tergerak untuk mengubah kebijakannya setelah upaya panjang. Pada tahun 1901, desakan dari Perdana Menteri Abraham Kuypers dan kabinet liberalnya berhasil meyakinkan Ratu Wilhelmina untuk menerapkan Politik Etis sebagai bentuk penghargaan terhadap rakyat Hindia Belanda.
Berdirinya Budi Utomo
Penerapan politik etis membawa lahirnya kaum bumiputra terdidik yang menjadi tonggak kesadaran nasional. Era ini juga menyaksikan munculnya berbagai organisasi pergerakan, dari yang kooperatif hingga radikal.